Promosi Online Pertama

Promosi Online Pertama
PromotionCamp merupakan perusahaan promosi Online pertama di Indonesia.

Rabu, 06 Oktober 2010

Mewaspadai Penulisan “Ramadhan”


BULAN suci Ramadhan telah tiba. Seluruh umat Islam penuh suka cita menyambutnya. Berbagai kesibukan untuk menyiapkan hidangan makanan sahur dan berbuka puasa turut serta mewarnainya. Tak ketinggalan mereka saling mengirimkan ucapan untuk menyambut Ramadhan, baik dengan hp lewat sms, maupun dengan memanfaatklan berbagai jejaring sosial, seperti facebook, twitter, plurk, dll. Ada yang perlu diwaspadai dalam mengirimkan ucapan, yaitu dalam penulisan kata “Ramadhan”. Sebab dalam menulis sms banyak orang cenderung menyingkat-nyingkat kata, seperti misalnya menuliskan kata dalam dengan “dlm”, yang dengan “yg”, pagi dengan “pg”, dan masih banyak lagi kasus penyingkatan kata-kata. Contoh penyingkatan kata-kata tersebut tampaknya banyak orang memakluminya karena masih mudah dipahami, bahkan mereka juga kerap melakukannya.

Kita tentu masih bisa mentolerir penyingkatan kata-kata itu karena kita memang masih mudah dipahaminya. Sehingga kemudian menjadi umum berlaku dalam komunikasi kehidupan masyarakat kita penyingkatan kata-kata seperti itu. Tapi dengan kata “Ramadhan”, kita harus hati-hati menuliskannya, jangan sampai kita menghilangkan huruf “h” sehingga kemudian menjadi “Ramadan” karena dengan begitu akan jadi berubah artinya. Ramadhan berarti panas yang menyengat atau kekeringan, khususnya pada tanah. Di Jazirah Arab memang menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus) dan bulan ke sembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Hal itu terjadi berhari-hari, sehingga setelah beberapa pekan bisa terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadhan, bulan dengan panas yang menghanguskan.

Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata sebelas hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari, bulan Ramadhan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami ‘panas’nya Ramadhan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari Ramadhan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Dari akar kata tersebut kata “Ramadhan” digunakan untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata “Ramadhan” digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah. Namun kata “Ramadan” tidak dapat disamakan artinya dengan “Ramadhan”. “Ramadan” dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau buta.
 
Sangat disayangkan penulisan ejaan “Ramadhan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan kata “Ramadan”. Entah mengapa para ahli bahasa yang menyusun KBBI sangat ceroboh menuliskannya begitu. Apakah mereka tidak sengaja atau apa? KBBI tentu menjadi rujukan masyarakat Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan benar dan baik (bukan baik dulu, baru kemudian benar). Jadi para ahli bahasa yang menyusun KBBI harus hati-hati dalam menyusun kata-kata dalam kamus pedoman itu. Apalagi kata “Ramadhan” adalah salah satu kata yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Terlebih lagi, penduduk Indonesia paling besar adalah memang beragam Islam.  Mungkin mengacu pada KBBI, sebuah stasiun TV dalam mempromosikan program siaran untuk menyambut bulan Ramadhan dengan kata “Ramadan”. Sungguh tentu itu salah besar karena dengan demikian stasiun TV itu bukan menyambut bulan yang penuh rahmat, tapi artinya berubah jadi menyambut bulan orang yang sakit mata mau buta. Kalau sudah jadi begini siapa yang salah? Ingat, TV ditonton oleh jutaan, bahkan ratusan juta pasang mata masyarakat Indonesia. Kalau hal ini dibiarkan terjadi maka akan terjadi pembodohan bahasa. Bukankah bahasa menunjukkan bangsa? Tiada bahasa maka hilanglah bangsa. Demikian pesan dari Muhammad Yamin, salah satu pendiri negara kita, beberapa puluh tahun yang silam. Wajah kebudayaan suatu bangsa memang dapat dilihat dari praktik penggunaan bahasa warganya.

Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mengakomodasi kata-kata dari banyak bahasa: Arab, Belanda, Inggris, Latin, Perancis, Sansekerta, Spanyol, Tionghoa, Yunani dan lain lain. Dalam bidang agama, ratusan kata berasal dari Bahasa Arab, termasuk salah satunya kata Ramadhan yang sedang kita bicarakan. Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang ada hubungannya dengan bahasa negara lain, sangat dimungkinkan muncul gagasan, konsep, atau barang baru yang datang dari luar budaya negara itu. Tapi karena kata “Ramadhan” memang sangat berbeda artinya dengan kata “Ramadan” tentu harus tetap digunakan kata “Ramadhan”.

Jangan dibiarkan kesalahan penggunaan kata “Ramadhan” dengan “Ramadan”. Karena kita tahu sendiri dalam menggunakan bahasa di tengah masyarakat kita sering terjadi salah kaprah, artinya menggunakan bahasa pada awalnya salah dan karena yang salah dibiarkan tetap salah maka masyarakat kemudian menganggapnya itu sebagai bahasa yang umum digunakan sehingga masyarakat akhirnya tidak merasa salah kalau menggunakannya. Padahal penggunaan bahasa itu keliru. Oleh karena itu juga yang salah akan tetap salah dan janganlah dilakukan yang nantinya akan berakibat menjadi lebih fatal lagi sehingga akhirnya kekeliruan itu walaupun salah sekalipun tapi karena umum dilakukan sehingga akan menjadi kebiasaan.


* alumnus Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

(dimuat di Harian Serambi Indonesia, 14 Agustus 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar