Promosi Online Pertama

Promosi Online Pertama
PromotionCamp merupakan perusahaan promosi Online pertama di Indonesia.

Jumat, 01 Oktober 2010

Belajar Bijak dari Kebijaksanaan China Klasik


Judul Buku      : The Best Chinese Wisdom
Penulis             : Leman
Penerbit           : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan           : 2008
Tebal               : x+ 178 halaman

Kita tentu selalu ingat pada pepatah yang mengatakan: “Belajarlah Sampai ke Negeri China”. Tak lain dan tak bukan karena banyak kebijaksanaan yang dapat kita peroleh dari negeri sana. Sebuah negeri yang telah besar ribuan tahun yang lalu dan siap memimpin dunia di masa mendatang.

Sebuah buku The Best Chinese Wisdom berisi kebijaksaan China Klasik yang sangat popular yang difokuskan pada masa kepemimpinan Dinasti Qin, Dinasti Han, dan Periode Tiga Negara. Periode-periode itu adalah masa-masa yang paling bergejolak di mana para tokoh pada masa itu tiada henti-hentinya saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan untuk menjadi yang terbaik. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berhasil mengukir sejarah dan dikenang oleh generasi muda sepanjang masa. Para tokoh politik kita yang sekarang menjelang Pemilu tampaknya saling memperebutkan kursi kekuasaan selayaknya juga membaca buku ini dan belajar bijak dari kebijaksanaan China Klasik.
Buku yang ditulis oleh Leman, seorang konsultan TI, yang akhir-akhir ini sering memaparkan materi “Chinese Wisdoms for Succes” dalam berbagai seminar incompany, itu menyadur berbagai kisah teladan kepemimpinan Dinasti Qin, Dinasti Han, dan Periode Tiga Negara untuk diterapkan dalam dunia modern dan kehidupan sehari-hari. Leman dengan jernih dan runtun mengisahkan kembali sekuel sejarah China yang sangat berharga untuk dapat kita jadikan bahan renungan, pemahaman dan tindakan dengan satu tujuan mulia. Buku ini berhasil menyajikan akumulasi sejarah dan budaya ribuan tahun dalam bahasa yang ringan, ringkas, namun padat makna.
***

Kisah-kisah dalam buku ini dikutip dari chĒng yù, yaitu peribahasa China yang umumnya terdiri atas empat huruf namun sarat makna. Adapun buku setebal 178 itu  terbagi dalam empat bagian, yaitu bagian pertama, Masa Kepemimpinan Dinasti Qin. Di sini disebutkan dimulai tentang “Mengikat rambut di atas kasau dan menusuk kakinya dengan jarum”, yang artinya: Berjuang (belajar dengan keras) tanpa mengenal lelah untuk mencapai cita-cita. Sebagai teladan yang bisa kita pelajari dari Su Qin, yang mempunyai mental dan semangat luar biasa untuk mewujudkan cita-citanya. Ia hidup pada periode Negara-Negara Berperang (475-221 SM). (hal. 3)

Lalu, peribahasa “Setelah dibuka gulungan peta, terlihat pisaunya”, yang artinya: akhirnya maksud tersembunyi terbuka juga. Peribahasa ini menekankan bahwa sepintar-pintarnya orang berbohong dan menipu pada akhirnya akan ketahuan juga. Oleh karena itu, kita dididik agar tidak melakukan tindakan bodoh ataupun tindakan nekat seperti: menipu, mencuri, dan melakukan tindak kriminal karena akibatnya akan menjadi lebih fatal. Selain itu, tidak ada satu pun agama di dunia ini yang mengizinkan kita melakukan tindakan nekat seperti itu (hal. 14).

Pada bagian kedua, Masa Kepemimpinan Dinasti Han, dimuat tentang peribahasa “memecahkan periuk dan menenggelamkan perahu (setelah menyeberang),” diartikan sebagai tekad maju terus pantang mundur. Peribahasa ini diambil dari kisah heroik pasukan Xiang Yu yang menyeberangi sungai Zhang untuk berperang dengan pasukan Qin yang dipimpin Zhang Han pada bulan 11 tahun 207. Setelah melewati sungai, Xiang Yu menginstruksikan untuk memecahkan periuk dan menenggelamkan perahu mereka. Kemudian ia melanjutkan, “Sekarang kita tidak mempunyai jalan mundur lagi, untuk hidup hanya ada satu pilihan, yaitu menghabisi musuh.” Ternyata tindakan yang dilakukan Xiang Yu menimbulkan semangat yang luar biasa bagi para prajuritnya. Hanya dengan 20.000 pasukan, mereka berhasil membunuh sekitar seratus ribu pasukan musuh. Dengan sisa pasukan 200.000 yang mentalnya sudah loyo, akhirnya Zhang Han menyerah pada Xiang Yu.

Di bagian ketiga, Periode Tiga Negara, seperti misalnya ada peribahasa: “Mengatasi kehausan dengan membayangkan buah plum,” yang artinya: Menghibur diri dengan khayalan. Sebuah peribahasa yang terjadi pada kisah Cao Cao, penguasa Wei dan seorang jenderal yang disegani (hal 99).

Terakhir, bagian keempat, Kisah Lainnya (Pesan-pesan Moral), peribahasa “air tumpah tidak dapat dihimpun lagi” artinya: apa yang telah diperbuat atau dikatakan tidak dapat dibatalkan lagi, yang latar belakangnya diambil dari kisah Jiang Tai Gong, pelajar yang di masa mudanya banyak mengkonsentrasikan dirinya pada ilmu pengetahuan dan strategi perang yang hidup pada Dinasti Zhou Barat (1046-771 SM). Hendaknya, sebelum kita bertindak berpikir tiga kali, karena sekali silap, sekali langkah, akan menyesal sepanjang masa. Seperti Ma Shi, istri Jiang Tai Gong, yang sangat menyesal telah mengambil keputusan salah, yaitu meninggalkan suaminya tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan akibatnya. Harus diingat bahwa apa yang telah diucapkan tidak dapat ditarik kembali, seperti peribahasa “Sepatah kata yang telah diucapkan, sekelompok kuda juga sulit mengejarnya.”
***

Pada buku ini, bila kita membacanya sebagai motivasi dan kepemimpinan, kita akan mendapatkan inspirasi, khususnya dalam kehidupan sehari-hari. Bila membacanya sebagai buku cerita, kita akan menemukan cerita-cerita singkat, namun sarat pesan moral, dan pasti sangat menarik. Bila membacanya sebagai buku referensi, kita akan menemukan peribahasa-peribahasa China yang umum dipakai dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Dengan mengutip dan menggunakan peribahasa dalam percakapan kita, bobot komunikasi kita akan bertambah. Sebuah buku yang menawarkan pengetahuan, kesenangan, hiburan, dan kebijaksanaan yang dapat dibaca oleh siapa saja.

(Koran Jakarta, 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar